BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Forensik
& Penilaian Bangunan
Dari kejadian- kejadian fenomena alam seperti gempa
mengakibatkan kerugian baik asset kepemilikan pribadi, swasta ataupun
pemerintah yang sangat besar sekali. Maka untuk menyelamatkan asset-aset
tersebut diperlukan seorang ahli teknik yang benar-benar independen untuk dapat
membantu dan mengambil keputusan untuk menghadapi bencana, dan yang benar-benar
menguasai dalam bidangnya yang dikenal sebagai Forensic Engineering. Forensic
Engineering adalah seseorang atau team yang harus sesuai dengan bidangnya
seperti teknik struktur, teknik geoteknik, teknik hidro, teknik transportasi
dan lain sebagainya yang mampu memberikan saran-saran perbaikan. Forensic Engineering melakukan
investigasi untuk menentukan apa yang menyebabkan kerusakan pada struktur suatu
konstruksi bangunan.
1.2
Tujuan
Forensik & Penilaian Bangunan
Adapun tujuan dari melaksanakan kegiatan forensik
& penilaian bangunan adalah sebagai berikut:
1.
Identifikasi Penyimpangan Struktur Secara Tepat
Melakukan forensik & penilaian merupakan cara
terbaik agar setiap indikasi kerusakan pada struktur bangunan bisa
teridentifikasi secara keseluruhan. Dengan begitu, bisa langsung dilakukan
perbaikan agar tidak timbul kerusakan yang lebih besar lagi.
2.
Biaya Operasional Menjadi Lebih Hemat
Ketika indikasi kerusakan dapat ditangani,
maka struktur gedung akan
lebih terawat karena tidak harus mengeluarkan biaya yang lebih besar, dengan
begitu biaya operasional untuk perbaikan menjadi jauh lebih hemat.
3.
Analisa Nilai Kerusakan Secara Valid
Dalam menganalisa kerusakan pada struktur
bangunan, penyedia jasa audit
struktur pasti menggunakan tenaga ahli dan professional sehingga
setiap nilai kerusakan dan penyimpangan dapat ditetapkan secara tepat.
1.3
Dasar-Dasar
Forensik & Penilaian Bangunan
Adapun dasar-dasar dari melaksanakan kegiatan
forensik & penilaian bangunan adalah sebagai berikut:
1.
Undang Undang No. 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dalam Pasal 3 : “Untuk mewujudkan bangunan
gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan
selaras dengan lingkungannya, harus menjamin keandalan bangunan gedung dari
segi berturut-turut:
1)
Keselamatan.
2)
Kesehatan
3)
Kenyamanan
4)
Kemudahan
2.
PP No.36 Tahun 2005
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No.28 Tahun2002 tentang Bangunan
Gedung, Pasal 16Ayat (1) : “keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan
gedung yang memenuhi berturut-turut persyaratan :
1)
Keselamatan.
2)
Kesehatan
3)
Kenyamanan
4)
Kemudahan
3.
Peraturan Teknis
1)
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No 29/PRT/M/2006 tentang PedomanPersyaratan Teknis Bangunan
Gedung
2)
Keputusan Menteri
Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor:11/KPTS/2000 Tentang Ketentuan
Teknis Manajemen Penanggulangan KebakaranDi Perkotaan (disingkat KepMeneg PU
No. 11/KPTS/2000).
3)
Keputusan Menteri
Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor:10/KPTS/2000 Tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan Terhadap BahayaKebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan
(disingkat KepMeneg PU No.10/KPTS/2000).
4)
PerMen PU No
25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan Gedung
5)
PerMen PU No
24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan
6)
PerMen PU No
26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung
7)
Keputusan Direktur Jenderal
Perumahan Dan Permukiman Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor:
58/KPTS/DM/2002 Tentang Petunjuk Teknis
8)
Rencana Tindakan
Darurat Kebakaran Pada Bangunan Gedung (disingkat KepDirJen Kimpraswil No.
58/KPTS/DM/2002).
9)
PerMen PU No 24/PRT/M/2008
tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
10) PerMen
PU No 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan RISPK di Perkotaan
11) PerMen
PU No 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan
12) PerMen
PU No 16/PRT/M/2010 tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung
1.4
Tahapan-Tahapan
Forensik & Penilaian Bangunan
Adapun tahapan-tahapan dari melaksanakan kegiatan
forensik & penilaian bangunan adalah sebagai berikut:
1.
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan yang digunakan dalam
Evaluasi Kinerja Bangunan terdiri dari beberapa tahapan pendekatan umum dalam
pelaksanaannya, adalah sebagai berikut:
1)
Memahami bangunan yang
akan dievaluasi: Memahami desain awal bangunan dan spesifikasi teknik kinerja
untuk sistem bangunan, termasuk pengarahan dari tim fasilitasi;
2)
Persiapan penelusuran
bangunan: Penelusuran merupakan sebuah peluang untuk melihat bangunan yang
sedang digunakan oleh penghuni;
3)
Pengembangan strategi
Evaluasi Kinerja Bangunan: Menggunakan hasil dari tahap satu dan dua tersebut
diatas untuk membantu uraian strategi spesifikasi bangunan, termasuk evaluasi
yang dilakukan dan kebutuhan masukan data;
4)
Pemantauan dan koleksi
data: Pada tahap ini termasuk: pembacaan meter untuk penggunaan energi dan air,
data kinerja lingkungan (temperatur, kelembaban relatif, tingkat suara, tingkat
polusi, kecepatan aliran udara), umpan balik kenyamanan penghuni dari kelompok
pengguna bangunan yang berbeda, umpan balik pengelolaan dan desain, pengecekan
lokasi dan investigasi;
5)
Menafsirkan dan
melaporkan data yang telah dikoleksi: Pada tahapan ini tergantung pada hasil
koleksi data secara alami, seperti: data konsumsi energi sebagai bagian dari
audit energi dan dapat dibangun hirarki penggunaan energi;
6)
Mengoptimalkan kinerja
bangunan: Keberhasilan dari evaluasi kinerja bangunan harus menghasilkan
perubahan untuk memperbaika area bangunan yang memiliki kinerja buruk atau
kurang, seperti: mengurangi konsumsi energi melalui pemograman ulang sistem
pengendalian. Hal ini boleh termasuk dalam elemen komisi ulang;
7)
Pemantauan ulang (jika
telah sesuai): Untuk setiap perubahan pada sistem dari tahap keenam, tingkat
kinerja baru harus di verifikasi dengan pemantauan lebih lanjut;
8)
Umpan balik kepada tim
desain: Pada tahap akhir ini, menyajikan umpan balik untuk tim desain sehingga
pelajaran dari hasil studi dapat dimasukan kedalam pekerjaan desain yang akan datang.
2.
Perangkat dan Teknik
Pelaksanaan
Perangkat dan teknik pelaksanaan
dapat mengikuti beberapa opsi yang diadopsi untuk ketersediaan waktu dan biaya
sesuai dengan jenis bangunan, adalah sebagai berikut:
1)
Penelusuran:
Penelusuran oleh seorang evaluator dan mengunjungi bangunan yang sementara
sedang dihuni untuk mengulas bagaimana sebuah bangunan dapat merespon secara
singkat;
2)
Audit Energi: Audit
energi dimaksudkan untuk menentukan berapa banyak dan bagaimana energi yang
sedang digunakan pada sebuah bangunan. Audit tersebut dilakukan menurut
kententuan yang berlaku, dan termasuk didalamnya pembacaan meteran di seluruh
bangunan termasuk tingkat sub-meternya.
3)
Detail Profil Energi:
Profil energi merupakan hasil sebuah analisis energi secara detail selama
beberapa hari, beberapa minggu atau lebih. Tujuannya adalah ditampilkan
bagaimana dan kapan energi digunakan oleh sistem bangunan, perangkat dan hasil
secara langsung dari aktifitas pengguna bangunan;
4)
Analisis Forensik:
Analisis forensik melibatkan pemeriksaan data atau informasi tentang sebuah
sistem yang tidak memiliki kinerja dan identifikasi alasan dari kinerja buruk
pada sebuah bangunan;
5)
Tempat Pengukuran:
Tempat pengukuran melibatkan pengamatan dari beberapa kualitas fisik bangunan,
seperti: suhu, kelembaban, aliran udara, atau penggunaan energi, di lokasi yang
cukup representatif;
6)
Survei Penghuni: Survey
penghuni digunakan untuk menemukan bahwa penghuni memikirkan tentang kinerja
dari bangunan yang mereka gunakan.
BAB 2
STUDI KASUS FORENSIK
& PENILAIAN BANGUNAN
2.1
Latar
Belakang
Pembangunan gedung
bertingkat merupakan salah satu dari wujud fisik dari industry konstruksi. Pada
tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang amat sangat parah. Mata uang
rupiah seakan tidak ada nilainya, perusahaan yang menjadi penopang ekonomi
Negara banyak mengalami kebangkrutan ditambah investor asing yang tidak mau
lagi menanamkan modal di Indonesia.
Hal ini ternyata
berdampak terhadap gedung-gedung bertingkat yang dibiayai oleh investor
dihentikan untuk sementara pembangunannya sampai kondisi perekonomian Indonesia
stabil. Tentunya usia bangunan yang diterbengkalaikan bervariasi antara 3 tahun
sampai 10 tahun.
Bangunan tersebut
secara alami mengalami penurunan kualitas seiring dengan bertambah usianya, dan
ini dapat diartikan dengan berkurangya tingkat keamanan dan kenyamanan.
Pertambahan usia bangunan bukan hanya satusatunya faktor yang menurunkan
kualitas bangunan. Tidak jarang dijumpai bahwa bangunan mengalami kerusakan
atau tingkat kenyamanan berkurang tidak lama setelah difungsikan. Beberapa
faktor yang menimbulkan kerusakan pada bangunan antara lain disebabkan oleh:
bencana alam (Gempa, angin kencang, tanah longsor, tsunami); kebakaran,
kesalahan perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan selama proses pembangunan,
serta pengubahan fungsi dan penggunaan selama masa penggunaan.
Berdasarkan hasil
penelitian kerusakan bangunan lebih banyak diakibatkan faktor kesalahan manusia
(human error) dibandingkan dengan pengaruh bencana. Melalui kemajuan teknologi,
dewasa ini perbaikan bangunan dapat dilakukan dengan berbagai alternatif yang
sangat lugas, tergantung pada tingkat kerusakan yang dialami dan tujuan
perbaikan. Dari hal-hal yang telah dikemukakan diatas penulis ingin menganalisa
sejauh mana kelayakan bangunan untuk difungsikan kembali tanpa harus merubuhkan.
2.2
Tujuan & Metodologi Forensik
Memperoleh data tentang
kondisi Existing kolom, balok dan pelat lantai melalui survey secara visual,
pengujian non destructive test dan destructive test. Adapun tujuan mdari hasil
evaluasi diperoleh data untuk memutuskan apakah pembangunan gedung tersebut
penambahan lantai dapat dilanjukan.
Dilakukan pengamatan langsung di lapangan pada bagian elemen-elemen struktur yang ada seperti pada kolom, balok dan pelat. Selanjutnya di lakukan pengujian non destructive test Covermeter test, Ultra sonic Pulse velocity, Shock test, Corrosion test (Half-Cell Potential test, Loading test dan pengujian destructive test mamlaui core compression test.
2.3
Hasil
Pengujian & Pembahasan
Dilakukan pengamatan langsung di lapangan pada bagian elemen-elemen struktur yang ada seperti pada kolom, balok dan pelat. Selanjutnya di lakukan pengujian non destructive test Covermeter test, Ultra sonic Pulse velocity, Shock test, Corrosion test (Half-Cell Potential test, Loading test dan pengujian destructive test mamlaui core compression test.
Pengujian UPV test bertujuan untuk mengetahui
kekuatan / tegangan hancur beton, kemungkinan adanya retakan didalam struktur
dan dalamnya retakan, kondisi homogenitas dari beton. Pada Tabel 1
memperlihatkan hasil kuat tekan paling rendah 261,1 kg/cm2 dan paling besar
374,8 kg/cm2 , dan nilai-rata berada pada kisaran 300 kg/cm2. Sehingga dapat
dikatakan relative masih baik. Nilai ini yang nantinya digunakan untuk
melakukan disain
penampang
dan tulangan yang dibutuhkan.
Pengujian
dari Shock Test ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai Stiffness dan kerja
sama/integritas antara balok dan kolom, terutama jika adanya perlemahan pada
daerah pertemuan balok dan kolom. Tabel 3 memperlihatkan nilai-nilai yang
kondisi baiknya lebih dominat.
Tujuan dari Corrossion Test ( Half-Cell Potential
Test ) adalah untuk mengetahui prosentase tingkat korosi yang terjadi pada baja
tulangan struktur kolom dan balok.
Tujuan
utama dari Loading Test adalah mendapatkan grafik hubungan antara besar beban
dan lendutan vertikal yang terjadi, guna mengetahui apakah integritas pelat
beton dan balok yang bersangkutan masih mampu memikul beban yang direncanakan,
mengingat salah satu aspek parameter yang menjadi persyaratan pada komponen
struktur balok dan pelat adalah lenduran/difleksi. Pengujian dilapangan yang
dipakai adalah uji pembebanan (Loading Test). Metode / siklus pengujian
pembebanan menggunakan SK SNI T – 15 – 1991 – 03.
2.4
Pembahasan
Berdasarkan data-data pengambilan sampel serta
dilakukan analisis struktur serta beberapa pengujian dan evaluasi
maka penulis mendapatkan gambaran bahwa :
1.
Berdasarkan syarat
Kekuatan :
Kolom Lt. 2 As 7 / E dengan beban
dan momen terbesar
Ø Aksial kapasitas = 6101,885 kN
Aksial Rencana = 3053,717 kN
Perbandingan rasio = 0,5 < 1 à
OK
Ø Momen kapasitas = 800 kN
Momen Rencana = 101,506 kN
Perbandingan rasio = 0,127 < 1 à
OK
2.
Berdasarkan syarat
Kekakuan :
Balok As 1-2/B dengan lendutan terbesar
Lendutan yang diijinkan = 2,00 cm (1/3xL)
Lendutan max yg terjadi = 0,89 cm à OK
3.
Berdasarkan syarat
Stabilitas :
Lantai 1 dengan goyangan terbesar
Goyang yang diijinkan = 3,00 cm (0,005 x H lantai)
Goyang yang terjadi = 0,575 cm à OK
4.
Berdasarkan tingkat
kerusakan = tingkat 4
Untuk keseluruhan bangunan termasuk kategori rusak
ringan (Tabel 7.12 hal. 104 (Amri,Sjafei. Teknologi Audit Forensik, Repair dan
Retrofit untuk Rumah dan Gedung. JHI, 2006)
5.
Berdasarkan tingkat
korosi Tabel 7.37 hal. 168 (Amri,Sjafei. Teknologi Audit Forensik, Repair dan
Retrofit untuk Rumah dan Gedung. JHI, 2006) Kolom Lantai 4 As – 4/D dengan
tingkat korosi berat terbanyak = 11% < 50%
6.
Berdasarkan mutu beton
hasil kecepatan rambat tiap lantai 3,5 – 4,5 km/det kategori baik (Tabel 7.35
hal.164 (Amri,Sjafei. Teknologi Audit Forensik, Repair kan dan Retrofit untuk
Rumah dan Gedung. JHI, 2006). Lantai 7 dengan mutu beton terkecil = 301,5
kg/cm2 setara dengan K-300.
2.5
Kesimpulan
& Saran
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang
dilakukan memperlihatkan bahwa struktur gedung apartemen dari lantai 1 sampai
dengan lantai 8. masih cukup baik dan aman. Pembangunan penambahan lantai dapat
dilanjutkan dengan perbaikan –perbaikan sesuai dengan yang direkomendasikan.
Untuk lebih mendapatkan tingkat akurasi data yang
lebih, disarankan kepada pemilik gedung antara lain :
1.
Guna mendapatkan hasil
yang lebih baik pengujian seperti shock test agar dilakukan secara lebih ideal
dengan melakukan pengujian pada tiap sisi pertemuan balok.
2.
Dalam melakukan
pengujian hendaknya dilakukan dengan lebih teliti agar hasil yang diperoleh
dapat dievaluasi secara lebih menyeluruh.
3.
Untuk mengetahui
kualitas dari beton eksisting yang lebih akurat, sebaiknya dilakukan
pengambilan sample dengan metode core drill untuk tiap lantainya.